Kamis, 17 Mei 2018

Bab IV materi akidah akhlak kelas IX Semester Genap


MATERI BAB IV : KETELADANAN SAHABAT UTSMAN BIN AFFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB

       1.      Sifat-sifat sahabat Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
a.       Sifat Itsar (Mendahulukan Orang Lain) dan Kedermawanan Utsman bin Affan
Usman adalah salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad saw. Ia tumbuh menjadi pribadi yang lembut kepada sesama mukmin. Hatinya sering tersentuh menyaksikan keadaan mereka. Ia selalu berusaha membantu kesulitan rakyat dan menghilangkan kesedihan mereka, rajin menyambung silaturrahim, memuliakan tamu, memberi pekerjaan kepada orang fakir, membantu yang lemah dan berusaha menghindarkan kesulitan mereka. Ia dikenal penyabar, ramah, dan murah hati, selalu memaafkan kesalahan orang lain. Teladan seluruh tingkah lakunya adalah Rasulullah saw. Ia mencontoh perkataan, perbuatan dan perilaku Nabi saw.
Ada banyak peristiwa yang menunjukkan kesabaran dan ketabahan jiwanya. Dalam setiap kesempatan, ia selalu mendahulukan sikap santun dan maaf, murah hati dan tidak bergantung pada dunia. Alih-alih diperbudak dunia, ia menjadikan dunia sebagai sarana untuk mengamalkan akhlak mulia, terutama sikap mengutamakan orang lain di atas kepentingan sendiri. Ia tidak dikuasai dunia
sehingga ia tidak menjadi orang yang egois yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang lain.
Tentu saja ia berhak mendapatkan balasan yang mulia itu karena ia terbiasa membebaskan seorang budak setiap Jumat. Suatu hari Thalhah menyusul Usman sekeluarnya dari masjid. Thalhah berkata, “Aku sudah punya lima puluh ribu dirham yang kupinjam darimu. Aku akan mengutus seseorang untuk menyerahkannya kepadamu.” Usman menjawab, “Biarlah semua itu kuberikan kepadamu, karena kebaikan akhlakmu.”
Juga dikisahkan bahwa sebelum Nabi datang ke Madinah, di sana ada sumur yang disebut sumur Rawmah. Air sumur itu sangat segar. Setiap orang yang ingin minum dari sumur itu harus membelinya. Sumur itu milik seorang Yahudi. Ketika umat Islam semakin berat dihimpit kesulitan, Rasulullah menyerukan tawaran, “Barang siapa membeli sumur Rawmah, baginya surga.”
Mendengar pernyataan itu, Usman bergegas ingin mendapatkan surga. Ia memberanikan diri membeli sumur itu seharga 35.000 dirham. Ia menggratiskan siapa saja untuk memanfaatkan air sumur itu, baik yang kaya, miskin, atau pun para musafir. Ini terjadi ada masa pemerintahan Al- Faruq, di mana kaum muslim dilanda paceklik. Karena beratnya kehidupan yang harus dihadapi, tahun itu disebut tahun kelabu. Ketika nestapa semakin memuncak, orang-orang menghadap Umar ra. dan berkata, “Wahai Khalifah, langit tak menurunkan hujan dan enggan menumbuhkan tanaman. Kita hampir binasa. apa yang harus kita lakukan?” Umar memandangi mereka dengan wajah pilu. Ia berkata, “Sabar dan bertahanlah. Aku berharap Allah swt memberikan jalan keluar dari keadaan ini sebelum malam tiba.”
Sore harinya terdengar kabar bahwa kafilah dagang Usman bin Affan telah kembali dari Syria dan akan tiba di Madinah esok pagi. Usai shalat Subuh, orang-orang menyambut kafilah itu. Seribu unta membawa gandum, minyak samin, dan kismis. Seluruh rombongan kafilah dan kendaraannya berkumpul di depan rumah Usman bin Affan ra. Ketika para buruh sibuk menurunkan barang dagangan, para pedagang bergegas menemui Usman. Mereka berkata, “Kami akan membeli semua yang engkau bawa, wahai Abu Amr.” Usman menjawab, “Dengan senang hati dan aku merasa terhormat. Tetapi, berapa kalian akan memberiku keuntungan?” Mereka berkata, “Untuk satu dirham yang engkau beli, kami memberimu dua dirham.” “Aku bisa mendapat lebih dari itu”, jawab Usman. Lalu mereka kembali menaikkan harga. Usman berkata, “Aku masih bisa mendapat lebih dari yang kalian tawarkan.” Mereka menaikkan harga lagi. Usman berkata, “Aku masih bisa mendapatkan lebih dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Abu Amr, siapakah yang berani memberimu keuntungan lebih dari tawaran kami?” Usman menjawab: “Allah swt. memberiku keuntungan sepuluh kali lipat dari setiap dirham yang kubelanjakan. Adakah diantara kalian yang berani memberiku keuntungan lebih dari itu?” “Tidak, wahai Abu Amr.”
“Aku bersaksi kepada Allah swt, semua yang dibawa kafilah ini kusedekahkan kepada fakir miskin di kalangan umat Islam. Aku tidak mengharapkan bayaran sepeser pun. Kulakukan semua itu semata-mata mengharapkan pahala dan keridhoan Allah swt”. Inilah karakter Usman bin Affan yang termaktub dalam firman Allah swt:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan mereka mendahulukan kepentingan orang lain (rakyat) di atas kepentingan mereka sendiri. Dan barang siapa yang terjaga dari kekikiran dirinya, maka dialah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al-Hasyr: 9)
b.      Kecerdasan Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a
Beliau adalah salah satu –selain Abu Bakar, Umar, dan Usman, di antara 10 sahabat yang dijamin masuk surga sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah saw. Di antara keistimewaan beliau adalah Allah swt menganugerahkan kecerdasan di atas rata-rata. Sampai-sampai Rasulullah bersabda “Aku adalah kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya”.
Di antara kisahnya adalah perselisihan beberapa sahabat tentang ilmu berhitung. Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Di suatu tempat, mereka berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti. Ketika keduanya telah siap untuk makan,
tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang dan duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,” kata salah seorang dari dua orang tadi. “Aduh...saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu. Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan. “Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima roti. “Aku setuju” jawab sahabatnya. “Karena aku membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham. “Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.” “Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak”.
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Untuk meminta pendapat. Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!” “Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya,” Jawab orang itu. “Kalau engkau bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi. “Hah...? Bagaimana engkau ini, kiranya. Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu dirham?” “Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar? Kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”. “Bagaimana bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata: ”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima potong roti.” “Benar”, jawab keduanya. “Kalian makan roti bertiga, dengan si musafir.” Benar”. “Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”. “Tidak.”. “Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak”. “Setuju”, jawab keduanya serempak. “Roti kalian yang delapan potong itu, masing- masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam Ali. “Benar,” jawab keduanya. “Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.” “Benar.” “Nah... orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga
bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?” “Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak. “Si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong dimakan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata: “Benar, kami mengerti.” “Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu”. “Alhamdulillah...Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah swt, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti. Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib ra.

bab III materi akidah akhlak kelas IX Semester Genap


MATERI BAB III : ADAB ISLAMI TERHADAP LINGKUNGAN

      1.      Pengertian Adab Terhadap Lingkungan
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan makhluk lain untuk kelangsungan hidupnya. Manusia membutuhkan manusia lain, manusia membutuhkan tumbuhan dan manusia juga membutuhkan hewan. Begitu juga sebaliknya, semua yang ada di lingkungan juga membutuhkan manusia. Tumbuhan dan hewan membutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya juga. Manusia di bumi ini adalah khalifah. Apa-apa yang ada di bumi ini diciptakan oleh Allah untuk manusia. Allah menciptakan tumbuhan dan hewan tidak lain untuk kemaslahatan manusia, manusia juga memerlukan makanan dari tumbuhan dan juga hewan-hewan yang ada di lingkungan. Maka tugas manusia lah yang harus menjaga dan melestarikan apa-apa yang ada di bumi ini dan lingkungan.
Pengertian adab menurut bahasa ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak. Menurut istilah, adab ialah: “suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah. Adab dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak.
Lingkungan adalah gabungan atau perpaduan antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti bagaimana cara menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.

       2.      Dalil Tentang Kewajiban Terhadap Lingkungan
Firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 45, menjelaskan bahwa Allah menciptakan berbagai jenis tumbuhan dan hewan dengan segala macam ragam. Lalu Allah menciptakan manusia.

وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَىٰ أَرْبَعٍ ۚ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Tumbuhan tidak diciptakan oleh Allah hanya untuk kehidupan manusia saja. Namun tumbuhan diciptakan oleh Allah juga untuk hewan-hewan yang ada di alam ini. Dalam firmanNya Taha: 53:

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّىٰ
Artinya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam- macam.”
Semua yang ada di alam ini diciptakan oleh Allah agar dapat dimanfaatkan dan digunakan dengan sebaik-baiknya oleh manusia. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah: 29:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dengan adanya beberapa firman yang sudah dijelaskan di atas, bahwa Allah sudah memerintahkan kepada umatnya yaitu manusia agar menjaga lingkungan. Manusia mempunyai kewajiban memelihara segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan sekitarnya selain memanfaatkan apa yang ada di lingkungan. Semua ini telah disediakan oleh Allah untuk manusia, maka dari itu Allah sangat murka terhadap manusia yang merusak lingkungan sekitar. Apabila larangan tersebut tetap dilanggar oleh manusia, sama saja manusia telah merusak hidupnya sendiri. Seperti contohnya
merusak lingkungan dengan membuang sampah di sembarang tempat akan mengakibatkan bencana banjir. Penebangan hutan dengan sembarangan akan menyebabkan longsor. Kerusakan tersebut  juga mengancam nyawa manusia, dan keberlangsungan kehidupan manusia. Dengan adanya bencana banjir, banyak manusia terserang penyakit hingga meninggalnya manusia tersebut, tidak hanya nyawa saja yang hilang bahkan harta benda dan rumah mereka pun juga melayang.

       3.      Adab pada Lingkungan
a.       Larangan merusak atau mencemari lingkungan

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)
b.      Menjaga kebersihan lingkungan

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “..... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
c.       Menganjurkan menghidupkan lahan mati
Barang siapa yang menghidupkan lahan mati, baginya pahala. Dan semua yang dimakan burung dan binatang menjadi sedekah baginya.” (HR An-Nasai, Ibnu Hibban dan Ahmad).
Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu diitinggalkan dan tidak ditanami. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan pemukiman sebagai tempat tinggal. Usaha menghidupkan lahan mati, dikategorikan sebagai suatu keutamaan yang dianjurkan Islam dan berpahala, dan sebaliknya bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak usaha seperti ini dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke dalam neraka.
d.      Tidak mengeksploitasi lingkungan
Suatu hari, Rasulullah melewati Sa’ad sedang berwudhu (dan banyak menggunakan air). Beliau mengkritik, “Mengapa boros wahai Sa’ad?” Sa’ad menjawab, “Apakah ada pemborosan air dalama wudhu?” Rasul menjawab, “Ya, walaupun kamu berada di sungai yang mengalir.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Bila kita meneladani Rasulullah dan mengamalkan ajarannya, pastilah alam ini akan bersahabat dengan kita. Dari gambaran hadis di atas sangatlah jelas bahwa pemakaian sumber alam yang berlebihan merupakan sebuah tindakan yang dilarang oleh agama. Jika dalam hal wudlu saja Rasulullah menegur kita untuk tidak boros dalam penggunaan airnya, apalagi jika kita melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber alam yang kita miliki.
e.       Adab terhadap hewan
Hewan juga makhluk Allah. Hewan diciptakan oleh Allah untuk kelangsungan hidup manusia di dunia ini. Maka sebagai seorang muslim harus lah mempunyai adab terhadap hewan yang ada di lingkungan sebagai berikut ini:
a. Hewan juga membutuhkan makanan dan minuman, maka berikanlah hewan tersebut makanan dan minuman.
b. Memberikan kasih sayang kepada hewan, baik hewan peliharaan maupun tidak.
c. Seorang muslim yang akan menyembelih hewan, hendaknya menggunakan pisau yang sangat tajam. Sehingga hewan tersebut tidak merasa kesakitan.
d. Janganlah menyakiti hewan dengan cara apapun. Karena hewan juga makhluk hidup yang bisa merasakan kesakitan.
e. Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala, ular, kalajengking, tikus dan lain-lainnya, karena Nabi saw. telah bersabda, “Ada lima macam hewan fasik yang boleh dibunuh di waktu halal (tidak ihram) dan di waktu ihram, yaitu ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya, tikus, anjing buas dan rajawali” [HR Muslim: 1198]. Juga ada hadis shahih yang membolehkan membunuh kalajengking dan mengutuknya.

         4.      Hikmah Adab Terhadap Lingkungan
a.       Melaksanakan amanah Allah swt sebagai khalifah di bumi untuk menjaga dan melestarikan apa yang telah diciptakan oleh Allah buat manusia.
b.      Meningkatkan keimanan kita terhadap Allah swt dan mensyukuri segalam pemberian Allah swt yang ada
c.        Beragam makhluk hidup dengan segala jenis dan bentuknya merupakan bukti bahwa Allah maha kaya dan maha berkuasa atas alam semesta ini
d.      Gemar dengan melakukan hidup bersih dan tidak berlebihan dalam memanfaatkan serta menggunakan sumber alam yang ada.

bab II materi akidah akhlak kelas IX Semester Genap


MATERI  BAB II : AKHLAK PERGAULAN REMAJA
      1.      Pengertian Adab Pergaulan Remaja
Adab menurut bahasa ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti. Sedangkan menurut istilah ialah suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah. Lebih umum bagi kita mengenai adab ini adalah kata akhlak. Akhlak ialah bentuk sikap/perilaku, ucapan, dan perbuatan yang tercermin dari setiap individu. Akhlak dalam ajaran Islam terbagi menjadi dua, akhlak terpuji atau disebut juga akhlak mahmudah dan akhlak tercela atau disebut juga akhlak mazmumah.
Adab pergaulan remaja adalah segala interaksi sosial baik dalam bentuk sikap, perbuatan dan ucapan antar sesama. Remaja merupakan masa persiapan untuk menjadi dewasa yang matang dan sehat. Sehingga pada masa-masa ini seseorang tidak mau dikatakan sebagai anak-anak dan juga belum menjadi dewasa seutuhnya. Maka pada masa inilah seseorang akan mudah terpengaruh oleh kehidupan lingkungan sekitarnya, maka dibutuhkan pondasi yang kuat untuk membentengi dari
pengaruh-pengaruh yang negatif.

      2.      Akhlak Terpuji Remaja
Islam telah mewajibkan manusia untuk selalu berperangai yang baik dan memiliki sikap sopan santun baik terhadap orang tuanya, maupun lingkungan sekitar. Pergaulan remaja merupakan interaksi sosial dengan masyarakat yang harus memiliki dasar keagamaan dan kebangsaan yang baik, sehingga dalam pelaksanaannya seorang remaja dapat terjauhkan dari pengaruh-pengaruh yang menyimpang dan dilarang, baik secara agama maupun hukum yang berlaku. Diantara bentuk akhlak terpuji seorang remaja adalah:
a.       Mengenal dan memahami
Mengenal dan memahami ini adalah hal pertama yang harus ada pada remaja saat ia memiliki teman. Sebab dengan mengenal dan memahami, maka seorang remaja tersebut bisa menilai kualitas baik dan buruknya seorang teman. Mengenal ini juga merupakan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia, sebab manusia diciptakan di bumi ini untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Sebagaimana dijelaskan Allah swt dalam surat al-Hujurat: 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Implementasi dari ayat tersebut di atas dapat berlangsung setiap saat. Misalkan, Ahmad adalah murid baru di sebuah madrasah tsanawiyah di tempat Kifni belajar. Ia masih tampak canggung dalam berinteraksi dengan teman-temanya. Kifni merupakan siswa yang ramah dan suka bergaul. Akhirnya Kifni mengajak Ahmad berkenalan dan berbincang-bincang di madrasahnya. Dalam kesehariannya Ahmad dikenal sebagai anak pendiam dan tidak banyak bicara, sehingga tidak banyak yang bergaul dengannya. Tanpa mereka ketahui, ternyata di balik sikap diamnya, Ahmad memiliki kelebihan tersendiri. Ahmad sangat mahir dalam berbahasa Arab. Hal ini dibuktikan pada setiap pelajaran Bahasa Arab, hampir setiap pertanyaan guru Bahasa Arab, Ahmad dapat menjawab dengan baik. Pada satu saat dibentuk kelompok untuk tugas belajar, maka yang menjadi satu kelompok dengan Ahmad merasa senang dan selalu berusaha berkenalan
dengan baik.
b.      Saling menolong dan berbuat baik
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang urusan tidak selalu berjalan lancar. Ada saja kendala dimana kita pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasinya. Begitu juga sahabat kita, maka menjadi kewajiban kita membantu mereka jika ada kesulitan yang sedang menimpa mereka.
Saling menolong merupakan perintah agama yang harus kita laksanakan. Namun juga harus diketahui bahwa tidak semua tolong menolong itu harus dilakukan, sebab ada kegiatan tolong menolong yang terlarang untuk dilakukan. Seperti tolong menolong ketika ulangan atau ujian sekolah berlangsung atau tolong menolong terhadap kemaksiatan dan permusuhan. Bentuk tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketakwaan sangatlah banyak. Namun beberapa contoh akan dikemukakan seperti berikut:
1. Meringankan beban hidup, menutupi aib seseorang.
2. Menjenguk teman atau saudara yang sedang sakit
3. Tidak mengganggu tetangga dan lingkungan
4. Membantu saat terjadi bencana alam
c.       Jujur dan adil
Dua sikap ini adalah modal utama untuk mendapatkan kepercayaan teman dan sesama. Dengan memiliki sifat jujur dan adil maka akan menimbulkan perasaan puas pada pertemanan serta dengan dua sikap tersebut akan mewujudkan kehidupan yang tenteram dan ketenangan jiwa.
Perangai jujur dan adil pada diri remaja saat ini nampaknya mulai pudar. Hal ini sering kita temui ketika seorang remaja tidak jujur kepada orang tuanya ketika ditanya tentang kepergiannya
ataupun perkembangan belajar di sekolahnya. Juga ketika remaja tersebut berbuat salah, maka untuk menutupi kesalahan tersebut terpaksa ia berbohong. Tanpa ia sadari, bohongnya yang pertama akan melahirkan kebohongan-kebohongan berikutnya. Maka yakinlah bahwa Allah swt maha mengetahui apa yang kita simpan dari siapapun.
Sikap jujur dan adil ini jika kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan istiqamah (terus- menerus) akan memiliki dampak positif yang sangat diharapkan untuk bekal di masa yang akan datang. Jujur dan adil adalah modal utama untuk meraih keberkahan hidup dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, kebohongan dan ketidak adilan merupakan bibit
akhlak untuk merusak masa depan seseorang dan dapat merugikan orang lain, kezaliman dalam bentuk ketidak adilan sering kita jumpai. Dan cukuplah kiranya menjadikan pelajaran bagi kita, bahwa ketidak adilan dan kebohongan adalah dua akhlak yang tidak pantas ada pada diri seseorang.
Kejujuran muncul disebabkan adanya akal, agama dan perasaan yang mulia, karena akal mengetahui kebaikannya jujur dan keburukannya dusta. Kalau seorang tidak ingin mendapat malapetaka bagi dirinya, maka hendaknya ia bersikap jujur. Karena agama menyuruh pemeluknya bersikap jujur dan melarang kedustaan.

          3.      Akhlak Tercela Remaja
a.       Pergaulan bebas antar remaja
Bukan menjadi rahasia dan tabu lagi, di zaman modern ini, remaja banyak yang tidak lagi memperhatikan norma-norma agama dan susila dalam pergaulan. Begitu juga dalam bergaul dengan lawan jenis. Banyak yang menganggap bergaul dengan sebebas-bebasnya adalah ciri dari masyarakat modern. Mereka menganggap hal itu adalah hak asasi tiap individu dan tidak boleh dilarang. Padahal jelas, bahwa hal ini lebih banyak berdampak negatifnya daripada positifnya. Ujung-ujungnya adalah zina yang jelas dilarang agama, dan yang pasti merugikan pelakunya.
b.      Judi dan khamar
Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Tiap-tiap yang memabukkan adalah khamar, dan tiap-tiap khamar itu haram” (HR Muslim). Dari Ibnu Umar berkata, Nabi Saw, bersabda, “Allah swt melaknat khamar, peminumnya, penyajinya, pembelinya, penjualnya, pembuatannya, tempat pembuatannya, pembawanya, dan penerimanya.” (HR. Abu Dawud)
Khamr ini merupakan induk dari segala kejahatan, sebab dengan meminum minuman yang memabukan maka akan kehilangan akal sehat dan hilang kendali kesadarannya. Oleh karena itu apapun bentuk minuman dan makanan jika membuat orang mabuk dan mengandung bahan yang memabukkan maka hukumnya haram untuk di konsumsi dan dosa besar, begitu juga kegiatan judi dalam bentuk apapun, maka agama melarangnya. judi dan mabuk merupakan pemicu kejahatan- kejahatan berikutnya.
Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang.. Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai.
Undian dapat dipandang sebagai perjudian dimana aturan mainnya adalah dengan cara menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian biasanya diadakan untuk menentukan pemenan suatu hadiah. Macam-macam perjudian yang popular di negara kita ini adalah togel, sabung ayam, judi pertandingan, judi kartu (poker, gaplek, remi, domino, blackjack, dll).
c.       Narkoba
Narkotika dalam Islam sering disebut “hasyisy” yang hukumnya jelas haram karena memabukkan dan termasuk khamar sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi di atas. Orang yang mengkonsumsinya jelas berdosa dan dikenakan hukuman sebagaimana orang yang minum khamar.
Adapun jenis-jenis narkoba adalah :
a. Ganja atau marijuana
b. Opiate
c. Cocaine
d. Candu dengan komponen-komponen yang aktif yaitu morfin dan heroin
e. Obat berbahaya yang disalahgunakan secara gelap, yaitu rohypnol, valium, cosadon, magadon, BK, dan sedatin
Tindakan pencegahan dari segala bentuk akhlak tercela di atas merupakan kewajiban bagi setiap orang tua khususnya dan kesadaran lingkungan untuk menjadikan remaja kita lebih baik, hukum yang ada haruslah memberikan efek jera bagi para pelaku agar tidak terulang kembali di masa yang akan dating. Kegiatan-kegiatan positif baik di sekolah seperti ekstrakurikuler, maupun kegiatan
positif di lingkungan sekitar perlu mendapatkan dukungan dan fasilitas, agar kenakalan remaja, dan perbuatan menyimpang lainnya bisa teratasi.
Pemanfaatan waktu yang baik dan positif oleh pemuda merupakan suatu yang wajib dilakukan, karena dengan pemanfaatan waktu yang demikian, maka akan meminimalisir tindakan negatif yang dapat merugikan. Budaya saling mengingatkan antar teman dalam hal kebathilan dan kebenaran juga haruslah di biasakan, sebab dengan demikian manusia dapat selalu ingat akan bahaya dan akibat dari perbuatan buruk yang akan dilakukannya. Akhlak tercela hanya akan
membuat sengsara seseorang dalam kehidupannya, sebab akhlak tercela apapun bentuknya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Video so7